Tanggapan Prof. KH Asrorun Ni'am Sholeh, Ketua MUI Bidang Fatwa terhadap Praktik Keagamaan Jamaah Aolia |
Kontroversi Penentuan Hari Raya Idul Fitri atas Dasar Telah "Menelepon Allah"
Perayaan Idul Fitri yang viral baru-baru ini, ditandai dengan pelaksanaan Shalat Idul Fitri di beberapa tempat di Giriharjo, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Shalat didirikan di Masjid Aolia dan kediaman Pimpinan Jamaah Masjid Aolia di Dusun Panggang III, Giriharjo. Mbah Benu yang bernama lengkap Raden Ibnu Hajar Pranolo sebagai pimpinan, mengungkapkan bahwa penentuan 1 Syawal didasarkan pada keyakinannya sendiri dan menyatakan bahwa
dirinya telah “Menelepon Allah” perihal malam 30 Ramadan bertepatan pada Kamis
(4/4/2024).
Mbah Benu juga mengeklaim dirinya sebagai pemimpin Jamaah Aolia telah mempunyai pengikut yang tersebar di berbagai
Provinsi di Indonesia; mulai dari Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan bahkan sampai luar Negeri.
Lihat Juga; Video Panduan Niat Zakat Fitrah
Respon MUI; Praktik Tersebut Perlu Diingatkan Bisa Juga di Hukumi Haram
Prof. KH Asrorun Ni'am Sholeh, Ketua MUI Bidang Fatwa
menegaskan bahwa praktik yang dilakukan oleh Jamaah Masjid Aolia di Gunung
Kidul tersebut merupakan sebuah kesalahan yang sangat perlu untuk diingatkan
"Kasus di sebuah komunitas di
Gunungkidul itu jelas kesalahan, perlu diingatkan," ungkap Kiai Ni'am pada
keterangan laman resmi MUI.
Ketua MUI Bidang Fatwa tersebut
juga menyatakan bahwa ketika praktik keagaaman tersebut dilakukan dengan lalai maka perlu untuk diingatkan. Namun ketika
praktik tersebut dilakukan dengan kesadaran dan menjadi sebuah keyakinan dalam
beragama, maka bisa di hukumi haram.
"Bisa jadi dia melakukannya karena ketidaktahuan, maka tugas kita
memberi tahu, kalau dia lalai, diingatkan," ujarnya.
"Kalau praktik keagamaan itu dilakukan dengan kesadaran dan
menjadi keyakinan keagamaannya, maka itu termasuk pemahaman dan praktik
keagamaan yang menyimpang, mengikutinya haram," jelasnya.
Kyai Ni’am juga menjelaskan bahwa
dalam penentuan awal dan akhir bulan
Ramadan, telah ditentukan oleh syariat dan ada ilmu tersendiri untuk
mengkajinya. Bagi yang tidak mempunyai keilmuan dan keahlian dalam bidang
tersebut, maka wajib mengikuti kepada yang mempunyai keilmuan dan keahlian
dalam bidang tersebut.
"Bagi yang tidak memiliki ilmu dan keahlian, wajib mengikuti yang
punya ilmu dan keahlian. Tidak boleh menjalankan ibadah dengan mengikuti orang
yang tidak punya ilmu di bidangnya," pungkasnya.